Beranda | Artikel
Hukum Membunuh Ular
Rabu, 25 Maret 2015

HUKUM MEMBUNUH ULAR

Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi Lc

Ular adalah binatang malata yang sering ditemukan dihutan, sawah dan kadang dirumah dengan bentuk yang beraneka ragam dan kekhususan tertentu. Ular termasuk hewan yang diperintahkan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk dibunuh, seperti dijelaskan dalam hadits-hadits berikut ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا سَالَمْنَاهُنَّ مُنْذُ حَارَبْنَاهُنَّ وَمَنْ تَرَكَ شَيْئًا مِنْهُنَّ خِيفَةً فَلَيْسَ مِنَّا

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah kami pernah berdamai dengannya (ular) sejak kami memusuhinya, maka barangsiapa yang membiarkannya lantaran rasa takut, maka ia tidak termasuk golongan kami.“[HR. Abu Daud, Hasan Shahih: Al Misykah (4139)]

عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْتُلُوا الْحَيَّاتِ كُلَّهُنَّ فَمَنْ خَافَ ثَأْرَهُنَّ فَلَيْسَ مِنِّي

Dari Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu berkata Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bunuhlah semua ular, barangsiapa yang takut pada dendam mereka, maka ia bukan dari golonganku. [H.R. Abu Daud, Shahih, al Misykah (4140)]

ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَرَكَ الْحَيَّاتِ مَخَافَةَ طَلَبِهِنَّ فَلَيْسَ مِنَّا مَا سَالَمْنَاهُنَّ مُنْذُ حَارَبْنَاهُنَّ

Dari Ibnu Abbâs berkata Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa membiarkan ular-ular hidup karena takut dendamnya, maka ia bukanlah dari golongan kami, tidaklah kami pernah berdamai dengannya sejak kami memeranginya.” [HR. Abu Daud, Shahih: Al Misykah (4138]

عَنْ الْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ أَنَّهُ قَالَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّا نُرِيدُ أَنْ نَكْنُسَ زَمْزَمَ وَإِنَّ فِيهَا مِنْ هَذِهِ الْجِنَّانِ يَعْنِي الْحَيَّاتِ الصِّغَارَ فَأَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَتْلِهِنَّ

Dari Abbas bin Abdul Muthalib Radhiyallahu anhu, ia berkata kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Sesungguhnya kami akan membersihkan zam-zam sedang di dalamnya terdapat jinaan ini -yaitu ular kecil?-” Rasûlullâh pun menyuruhnya untuk membunuhnya. [HR. Abu Daud, Shahih: Apabila Ibnu Sibat benar-benar mendengar dari Al Abbas: Al Misykah (4141)]

Tidak diragukan lagi ini semua adalah perintah untuk membunuh ular, namun para Ulama membagi ular dalam dua ketegori secara tinjauan hukum :

  1. Ular yang ada di luar rumah seperti padang pasir, kebun, sawah atau hutan.
  2. Ular yang ada didalam rumah.

BAGAIMANA TINJAUAN FIKIH DALAM MENYIKAPI DUA JENIS ULAR INI?
1. Ular yang Ada Diluar Rumah.
Para Ulama bersepakat membunuh ular yang hidup diluar rumah adalah disyariatkan secara mutlak. Kesepakatan bolehnya membunuh ular jenis ini disampaikan oleh banyak Ulama, diantaranya:

Ibnu Abdilbarr rahimahullah yang berkata, “Para ulama berkonsensus (berijma’) tentang bolehnya membunuh ular padang pasir, baik yang kecil ataupun yang besar dalam semua jenis ular. [at-Tamhîd karya Ibnu Abdilbarr 16/27].

Juga ada kesepakatan tentang bolehnya membunuh ular tanpa memberi peringatan terlebih dahulu kepada ular tersebut sebelum membunuhnya atau dengan memberi peringatan terlebih dahulu.
Al-Qirâfi rahimahullah berkata, “Adapun ular-ular padang pasir atau wadi (lembah) maka dibunuh tanpa ada perselisihan Ulama dengan tanpa peringatan dahulu, karena tetap berada pada perintah membunuhnya. [adz-Dzakhirâh, karya al-Qirâfi 13/288].

Sedangkan Ibnu Abi Zaid al-Qairwani rahimahullah berkata, “Tidak diperingatkan dulu di padang pasir dan dibunuh semua yang Nampak. [Risâlah, Ibni Abi Zaid al-Qairwani, hlm. 168]

Ibnu Hajar rahimahullah menyimpulkan masalah ini dalam pernyataan beliau rahimahullah , “Menurut semua pendapat, ular boleh dibunuh di daratan dan padang pasir tanpa diperingatkan dahulu. [Fathul Bâri, 6/221]

Dasar dari kesepakatan ini adalah :

  • Hadits Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma yang berbunyi:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اقْتُلُوا الْحَيَّاتِ وَذَا الطُّفْيَتَيْنِ وَالْأَبْتَرَ فَإِنَّهُمَا يَلْتَمِسَانِ الْبَصَرَ وَيُسْقِطَانِ الْحَبَلَ

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bunuhlah ular berbisa dan yang pendek, sesungguhnya keduanya dapat menghilangkan penglihatan mata dan menggugurkan kandungan.” [Muttafaq ‘Alaih]

  • Hadits Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu yang berbunyi:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ مُحْرِمًا بِقَتْلِ حَيَّةٍ بِمِنًى

Sesungguhnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang yang sedang berihram untuk membunuh ular di Mina [HR Muslim no. 2235].

Ini menunjukkan pembunuhan ular disyariatkan bagi orang yang sedang berihram sekalipun. Jika demikian keadaannya, maka orang yang sedang tidak berihram lebih disyari’atkan lagi.

  • Hadits Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu yang menyatakan :

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَارٍ، وَقَدْ أُنْزِلَتْ عَلَيْهِ وَالْمُرْسَلَاتِ عُرْفًا، فَنَحْنُ نَأْخُذُهَا مِنْ فِيهِ رَطْبَةً، إِذْ خَرَجَتْ عَلَيْنَا حَيَّةٌ، فَقَالَ: «اقْتُلُوهَا»

Kami bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di satu goa, diturunkan kepada beliau firman Allah, “Demi malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan”. Lalu kami menghafalnya langsung dari mulut beliau, sekonyong-konyong keluar kepada kami seekor ular, lalu beliau bersabda: Bunuhlah! [Muttafaqun ‘Alaihi].

2. Ular yang Ada Dirumah
Para Ulama berselisih pendapat tentang hukum membunuh ular yang ada di dalam rumah dan ditemukan didalam rumah. Dalam masalah ini, para Ulama terbagi dalam empat pendapat :

a. Pendapat pertama menyatakan ular dibunuh tanpa diberi peringatan atau diusir dahulu baik di kota Madinah atau diluarnya. Inilah pendapat sebagian Ulama madzhab Hanafiyah. Imam ath-Thahawi rahimahullah menyatakan bahwa diperbolehkan membunuh semua ular, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membuat perjanjian dengan jin untuk tidak masuk rumah umatnya. Apabila masuk tidak boleh menampakkan dirinya. Apa bila mereka masuk maka telah melanggar perjanjian sehingga tidak ada lagi masalah. [lihat al-Bahru ar-Râ’iq karya Ibnu Nujaim 2/174].

Mereka berargumentasi dengan keumuman hadits membunuh ular yang telah disebutkan di atas, seperti hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma dan Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu. Mereka menyatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan membunuh ular tanpa memerinci ular yang ada di rumah atau di luar rumah.

b. Pendapat kedua menyatakan tidak boleh membunuh ular yang ada di dalam rumah sampai diberi peringatan, baik di rumah-rumah di wilayah kota Madinah atau diluar kota Madinah. Inilah pendapat madzhab Mâlikiyah dan dirajihkan Ibnu Abdilbaarr rahimahullah.

Imam Mâlik rahimahullah berkata, “Lebih aku sukai untuk diperingatkan terlebih dahulu pada ular-ular yang ada di rumah-rumah baik di kota Madinah atau diluar kota Madinah selama tiga hari. (at-Tamhîd 16/263). Demikian juga Ibnu Abdilbarr rahimahullah berkata, “Yang benar di peringatkan ular-ular yang ada di rumah semuanya. [at-Tamhîd 16/263].

Pendapat ini didasari hadits Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata :

إِنَّ لِهَذِهِ الْبُيُوتِ عَوَامِرَ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ شَيْئًا مِنْهَا فَحَرِّجُوا عَلَيْهَا ثَلَاثًا، فَإِنْ ذَهَبَ، وَإِلَّا فَاقْتُلُوهُ، فَإِنَّهُ كَافِرٌ

Sesungguhnya di rumah-rumah ada ular-ular yang berada di rumah-rumah. Apabila kalian melihat satu dari mereka, maka buatlah peringatan padanya tiga kali. Apabila pergi, maka biarkan dan bila tidak mau pergi maka bunuhlah, karena dia itu kafir. [HR Muslim no. 2236]

c. Pendapat ketiga menyatakan bahwa tidak boleh dibunuh ular dalam rumah yang ada di kota Madinah kecuali setelah diberi peringatan tiga kali. Namun ular rumah yang ada di luar kota Madinah boleh dibunuh tanpa peringatan dahulu. Inilah pendapat imam Nâfi’. Pendapat ini berdalil dengan hadits as-Sâib yang berbunyi:

عَنْ أَبِي السَّائِبِ قَالَ أَتَيْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ فَبَيْنَا أَنَا جَالِسٌ عِنْدُهُ سَمِعْتُ تَحْتَ سَرِيرِهِ تَحْرِيكَ شَيْءٍ فَنَظَرْتُ فَإِذَا حَيَّةٌ فَقُمْتُ فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ مَا لَكَ قُلْتُ حَيَّةٌ هَاهُنَا قَالَ فَتُرِيدُ مَاذَا قُلْتُ أَقْتُلُهَا فَأَشَارَ إِلَى بَيْتٍ فِي دَارِهِ تِلْقَاءَ بَيْتِهِ فَقَالَ إِنَّ ابْنَ عَمٍّ لِي كَانَ فِي هَذَا الْبَيْتِ فَلَمَّا كَانَ يَوْمُ الْأَحْزَابِ اسْتَأْذَنَ إِلَى أَهْلِهِ وَكَانَ حَدِيثَ عَهْدٍ بِعُرْسٍ فَأَذِنَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَمَرَهُ أَنْ يَذْهَبَ بِسِلَاحِهِ فَأَتَى دَارَهُ فَوَجَدَ امْرَأَتَهُ قَائِمَةً عَلَى بَابِ الْبَيْتِ فَأَشَارَ إِلَيْهَا بِالرُّمْحِ فَقَالَتْ لَا تَعْجَلْ حَتَّى تَنْظُرَ مَا أَخْرَجَنِي فَدَخَلَ الْبَيْتَ فَإِذَا حَيَّةٌ مُنْكَرَةٌ فَطَعَنَهَا بِالرُّمْحِ ثُمَّ خَرَجَ بِهَا فِي الرُّمْحِ تَرْتَكِضُ قَالَ فَلَا أَدْرِي أَيُّهُمَا كَانَ أَسْرَعَ مَوْتًا الرَّجُلُ أَوْ الْحَيَّةُ فَأَتَى قَوْمُهُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَرُدَّ صَاحِبَنَا فَقَالَ اسْتَغْفِرُوا لِصَاحِبِكُمْ ثُمَّ قَالَ إِنَّ نَفَرًا مِنْ الْجِنِّ أَسْلَمُوا بِالْمَدِينَةِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ أَحَدًا مِنْهُمْ فَحَذِّرُوهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ إِنْ بَدَا لَكُمْ بَعْدُ أَنْ تَقْتُلُوهُ فَاقْتُلُوهُ بَعْدَ الثَّلَاثِ

Dari Abu As-Sa’ib, ia berkata, “Aku pernah mengunjungi Abu Sai’d al-Khudri. Ketika aku sedang duduk di sisinya, aku mendengar gerakan sesuatu di bawah tempat duduknya, maka aku langsung melihatnya, dan ternyata seekor ular, sehingga aku langsung berdiri. Abu Sai’d kemudian berkata, ‘Ada apa denganmu?’ Aku menjawab, ‘Ada ular di sini.’ Ia kembali berkata, ‘Lalu apa yang akan kamu lakukan?’ Aku menjawab, ‘Aku akan membunuhnya.’ Ia kemudian pergi ke rumah yang berhadapan dengan rumahnya dan berkata, ‘Sesungguhnya keponakanku dahulu tinggal di rumah ini. Ketika terjadi perang Ahzab ia meminta izin untuk mendatangi istrinya —saat itu ia baru menikah— karena itu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkannya dan ia diperintahkan membawa senjatanya, ketika ia pulang ke rumahnya, ternyata ia melihat istrinya sedang berdiri di depan rumah, maka ia mengarahkan panah kepadanya. Istrinya lalu berkata, “Jangan tergesa-gesa sampai kamu melihat apa yang membuatku keluar rumah?” Ia kemudian masuk ke dalam rumah, ternyata ada ular yang tak dikenal, maka ia langsung memanahnya. Ia lalu keluar dengan membawa panah yang bergerak-gerak. la berkata, “Aku tidak tahu manakah dari keduanya yang lebih cepat mati, laki-laki atau ular itu ? Hingga kaumnya datang kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Mintalah kepada Allah untuk menghidupkan teman kami.’ Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Mintalah ampunan untuk teman kalian.’ Kemudian beliau bersabda, ‘Sesungguhnya sebagian dari golongan jin telah masuk Islam di Madinah, apabila kalian melihat salah satu dari mereka, maka peringatkanlah ia tiga kali, kemudian apabila setelah itu terlintas dalam pikiran kalian hendak membunuhnya, maka bunuhlah setelah tiga kali’. “ [H.R. Abu Daud, no. 5257]

Dalam hadits ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan sebab memberi peringatan dahulu dengan sabda beliau: ‘Sesungguhnya sebagian dari golongan jin telah masuk Islam di Madinah’ sehingga ada pengkhususan kota Madinah dalam pensyariatan member peringatan sebelum membunuh ular yang ada dirumah.

Alasan ini lemah karena yang menjadi sebab adalah adanya keislaman segolongan jin, bukan karena kota Madinahnya. Pengertian ini dikuatkan dengan hadits Abu Lubabah Radhiyallahu anhu yang berkata :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ قَتْلِ الْجِنَّانِ الَّتِي تَكُونُ فِي الْبُيُوتِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ ذَا الطُّفْيَتَيْنِ وَالْأَبْتَرَ فَإِنَّهُمَا يَخْطِفَانِ الْبَصَرَ وَيَطْرَحَانِ مَا فِي بُطُونِ النِّسَاءِ

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membunuh jin yang berada di rumah, kecuali ular yang berbisa ada dua garis hitam dipunggungnya dan yang pendek ekornya, karena kedua jenis itu dapat menghilangkan pengelihatan mata dan mengeluarkan apa yang ada di dalam perut wanita. [Muttafaq ‘Alaih].

d. Pendapat keempat menyatakan tidak dibunuh seekorpun ular didalam rumah baik dikota Madinah ataupun diluar kota Madinah kecuali ular yang berbisa ada dua garis hitam dipunggungnya dan yang pendek ekornya, maka dibunuh kedua-duanya secara bebas. Inilah pendapat Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhu. Dasar pendapat ini adalah hadits Abu Lubabah yang berbunyi :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ قَتْلِ الْجِنَّانِ الَّتِي تَكُونُ فِي الْبُيُوتِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ ذَا الطُّفْيَتَيْنِ وَالْأَبْتَرَ فَإِنَّهُمَا يَخْطِفَانِ الْبَصَرَ وَيَطْرَحَانِ مَا فِي بُطُونِ النِّسَاءِ

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membunuh jin yang berada di rumah, kecuali ular yang berbisa ada dua garis hitam dipunggungnya dan yang pendek ekornya, karena kedua jenis itu dapat menghilangkan pengelihatan mata dan mengeluarkan apa yang ada di dalam perut wanita. [Muttafaq ‘Alaih].

Juga hadits yang diriwayatkan imam Muslim dengan sanadnya ke Nafi’ Maula ibnu Umar, beliau berkata :

كَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقْتُلُ الْحَيَّاتِ كُلَّهُنَّ حَتَّى حَدَّثَنَا أَبُو لُبَابَةَ بْنُ عَبْدِ الْمُنْذِرِ الْبَدْرِيُّ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «نَهَى عَنْ قَتْلِ جِنَّانِ الْبُيُوتِ» فَأَمْسَكَ

Ibnu Umar dahulu membunuhi semua ular hingga Abu Lubabah bin AbdilMundzir al-Badri mencerikan kepada kami bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari membunuh ular-ular yang ada dirumah. Lalu ibnu Umar berhenti.

Oleh karena itu Nafi’ maula ibnu Umar berkata:

أَنَّ أَبَا لُبَابَةَ بْنَ عَبْدِ الْمُنْذِرِ الْأَنْصَارِيَّ، وَكَانَ مَسْكَنُهُ بِقُبَاءٍ فَانْتَقَلَ إِلَى الْمَدِينَةِ، فَبَيْنَمَا عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ جَالِسًا مَعَهُ يَفْتَحُ خَوْخَةً لَهُ، إِذَا هُمْ بِحَيَّةٍ مِنْ عَوَامِرِ الْبُيُوتِ، فَأَرَادُوا قَتْلَهَا، فَقَالَ أَبُو لُبَابَةَ: إِنَّهُ قَدْ «نُهِيَ عَنْهُنَّ يُرِيدُ عَوَامِرَ الْبُيُوتِ، وَأُمِرَ بِقَتْلِ الْأَبْتَرِ وَذِي الطُّفْيَتَيْنِ وَقِيلَ هُمَا اللَّذَانِ يَلْتَمِعَانِ الْبَصَرَ، وَيَطْرَحَانِ أَوْلَادَ النِّسَاءِ»

Sungguh Abu Lubabah bin Abdulmundzir al-Anshari bertepat tinggal di Quba lalu pindah ke kota Madinah. Satu ketika Abdullah bin Umar duduk-duduk bersama beliau membuka satu ruangan. Tiba-tiba ada ular yang ada dirumah dan mereka ingin membunuhnya. Maka abu Lubabah berkata: Sungguh telah dilarang membunuhnya –meninginkan ular rumah- dan diperintahkan untuk membunuh ular yang pendek ekornya dan yang berbisa yang ada dua garis hitam dipunggungnya. Dikatakan keduanya dapat membutakan mata dan menggugurkan janin. [Riwayat Muslim]

Dalam hadits-hadits ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membunuh ular yang ada dirumah seluruhnya tanpa dibatasi dengan harus diperingati, kemudian mengecualikan ular yang pendek ekornya dan yang berbisa yang ada dua garis dipunggunnya.

PENDAPAT YANG RAJIH
Dari pendapat dan dasar argumentasi para Ulama di atas, tampak pendapat yang rajih adalah keharusan mengusir dan memperingatkan ular yang ada dirumah sebelum membunuhnya, kecuali dua jenis ular yaitu ular yang pendek ekornya dan yang berbisa yang ada dua garis dipunggungnya. Hal itu karena tegas dan jelasnya hadits Abu Lubabah diatas dalam pengecualian kedua jenis ular ini.

As-Suyuthi rahimahullah berkata, “Dikecualikan kedua ular ini karena jin yang Mukmin tidak akan beralih rupa kebentuk keduanya, karena efek buruk langsung dari melihat keduanya. Jin yang Mukmin hanya beralih rupa dengan bentuk yang tidak berbahaya melihatnya. [Tanwâr al-Hawâlik , Suyuthi 2/247].

Sedangkan nash-nash umum yang memerintahkan membunuh ular maka dipahami dengan nash-nash khusus melarang membunuh ular dalam rumah, nash-nash umum tersebut dibawa kepada pengertian untuk ular-ular diluar rumah. Pengkhususan ular-ular yang dirumah karena adanya nash-nash yang memerintahkan kita untuk member peringatan dna mengusirnya sebelum dibunuh. Wallahu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XViI/1434H/2013M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/4105-hukum-membunuh-ular.html